Karya Prolog: Thompson Hs
Api itu panas. Disimpan atau tidak. Dulu api itu seperti rahasia. Ketika dicuri oleh Prometheus dari langit. Dicuri untuk manusia. Setitik api menyala. Manusia membawanya ke gua-gua. Bersama kayu-kayu yang dibakar. Di dalam gua ada yang tersisa. Bukti pembakaran. Para arkeolog melakukan analisis arang. Tulang-tulang yang ditemukan diteliti karbonnya.
Api tetap tertinggal di dalam gua. Meskipun tak lagi kelihatan. Siapa yang memadamkan api belum tentu mampu menghilangkan asap. Bau asap menempel di dalam gua. Gua itu menjadi laboratorium alami. Sebelum dibangun satu gedung resmi. Kebakaran di luar gua dibawa oleh angin. Asapnya menyebar kemana-mana.
Ada yang menyimpan rahasia api. Api tidak bersalah, kecuali nyalanya sebesar gunung berapi. Gunung berapi itu hanya bagian dari api yang tercecer, ketika Prometheus mencurinya. Sehingga batu-batu menyimpannya. Lubang bumi merawatnya. Para pebisnis mengemasnya.
Api seperti menari-nari jika membakar sebuah rumah. Asapnya melambung ke awan. Pedih mata yang terbuka di langit sana. Tak ada tangis seperti hujan. Langit seketika hitam. Seorang ibu tua menangisi anaknya. Menantunya. Dan cucunya. Siapa yang pura-pura kasihan?
Sehingga batu-batu menyimpannya. Lubang bumi merawatnya. Para pebisnis mengemasnya.
Aduh, api seperti dijual atau dibeli. Berapakah per lima kilo? Api yang berceceran serasa mengusir nyamuk. Membakar sampah-sampah yang dikumpulkan. Ada rencana mengadukan Prometheus ke pengadilan, dengan tuduhan pencurian. Dan menyebarkan api itu kemana-mana. Hingga satu rumah terbakar tanpa sengaja. Atau masih dalam penelitian mendalam.
Ternyata api sudah sampai ke dasar laut paling dalam! Di situlah api neraka itu menyala-nyala. Menghukum orang yang dinyatakan salah. Atau berdosa menurut ajaran agama.
(Siantar, 1 Juli 2024)